Tampilkan postingan dengan label Sekitar Kita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sekitar Kita. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Oktober 2011

Kota-Kota Paling 'Berbahaya' Di Asia

Oleh Andrew Willis

Inilah kota-kota terbaik di Asia yang akan mengakomodasi berbagai kenakalan Anda.

Tujuh kota sibuk di Asia ini menawarkan berbagai macam godaan. Anda bisa makan dengan rakus di Taipei atau menjadi seorang pesolek di Manila. Kota-kota ini bisa menjadi alasan tersendiri untuk berdosa.


1. Kerakusan: Taipei, Taiwan


Makanan murah bisa Anda temukan di manapun, siang maupun malam.

Ada 18 jalan di Taipei yang didedikasikan hanya untuk berjualan makanan. Di tempat-tempat yang biasanya akan terdapat halte bus, di Taipei Anda akan menemukan makanan panggang. Trotoar menjadi kios penganan. Bau tahu fermentasi pun memenuhi udara.

Pasar malam di Taipei jadi terkenal karena pilihan camilannya. Biasanya, makanan-makanan ini dikenal dengan sebutan xiaochi, yang arti harfiahnya adalah “makanan kecil”. Harga makanan kecil ini antara $ 1-2.

Perut Anda sangat mudah membuncit di kota ini.


2. Kemalasan: Seoul, Korea Selatan


Jika tidak lembur, orang-orang Korea Selatan akan menghabiskan bandwidth.

Internet di Seoul sudah ditata, dikelola, dan dirapikan sedemikian rupa sampai, saking cepatnya, orang tidak perlu bergerak ke mana-mana. Penduduk Korea Selatan bisa berjam-jam bermain World of Warcraft dengan nyaman.

Korea Selatan ada di peringkat 15 kota termalas di dunia (dan nomor satu di Asia) oleh The Daily Beast. Dan ada alasan mereka bisa menjadi lebih malas lagi.

Proposal terbaru dari pemerintah mengusulkan kemajuan teknologi digital. Alasannya adalah permintaan dari game online dan video streaming di Seoul. Pada 2012, kecepatan Internet di kota berpenduduk 39 juta orang ini bisa mencapai 1000 Mbps.

Harajuku,,between Modern dan Tradisional

Oleh Syanne Susita

Pada sebuah Minggu sore, saya berkesempatan menginjakkan kaki di Harajuku, Tokyo. Dari stasiun pemberhentian kereta JR saya menyeberang jalan dan sampai di Takeshi Dori, jalan yang menjadi ciri khas tempat anak muda Jepang mengekspresikan diri ini.

Tujuan pertama adalah gerbang Harajuku. Sepanjang jalan menuju gerbang, puluhan remaja Tokyo tampil dengan berbagai gaya dandanan (biasa disebut “cosplay”, singkatan dari costume play), mulai dari gothic hingga anime. Yang unik, banyak juga turis sengaja berdandan gothic dan ikutan tampil sepanjang jalan. Seandainya, saya percaya diri seperti mereka!






Ada juga yang ngamen, lengkap dengan drum dan gitar elektrik dan juga penyedia jasa kaligrafi Jepang dengan berbagai model tulisan kanji yang digelar di tengah jalan. Yang terakhir ini, sepintas seperti jajaran tukang tato jalanan di daerah Melawai-Blok M Jakarta.



Gerbang Harajuku merupakan titik awal jalan setapak menuju Meiji Jingu, kuil yang menjadi saksi sejarah periode Meiji. Daerah Harajuku memang merupakan perkawinan tradisional dan modern. Di sebelah kiri, di daerah Yoyogi menampilkan unsur tradisional, sementara di sisi kanan, Harajuku modern, mulai dari bangunan dan gaya hidupnya (makanan, kostum, butik, dan pengunjungnya)

Sepanjang jalan menuju kuil, kita bisa melihat jajaran drum anggur yang dulunya adalah lokasi tempat penyimpanan anggur milik kaisar. Masuk ke dalam jalan setapak yang ada di kiri jalan, kita akan digiring menuju taman Yoyogi yang asri. Puas menikmati hijaunya taman, kita melanjutkan ke kuil Meiji. Di kuil ini, kita bisa menyampaikan keinginan kita di papan kayu (dijual seharga 500 yen). Papan kayu ini kemudian digantung di satu papan besar yang ada di halaman kuil.
Saya balik ke stasiun Harajuku untuk merasakan kepadatan jalan Takeshi, yang merupakan daya tarik Harajuku. Harus diakui kepadatan orang yang lewat di jalan ini di Minggu sore memang tidak kalah dengan kerumunan di PRJ Kemayoran. Sambil berdesak-desakan, saya melihat baju dan aksesori yang dijual di sepanjang jalan.








Dari kejauhan, di salah satu jalan kecil menuju kawasan butik mewah Omotesando, saya melihat antrean panjang orang membeli takoyaki! Pilihan takoyaki di daftar menu agak membuat saya kagok, tapi akhirnya saya mencoba takoyaki dengan saus mentaiko.

Sambil menyantap takoyaki, saya menyusuri Omotesando, daerah yang sering disebut Champs-Elysees-nya Tokyo. Di belakang toko mewah, terlihat beberapa gedung menjulang yang merupakan apartemen mewah yang menjadi tempat tinggal banyak selebritas Jepang. Konon salah satu gedung tinggi itu adalah tempat tinggal penyanyi wanita Jepang terkenal, Ayumi Hamasaki.



Sedangkan menengok ke dalam toko-toko di sepanjang jalan ini memang membuat mata segar. Tetapi jelas membuat kantong menjerit kalau nekat berbelanja di sini. Ketika masuk toko Nike, misalnya. Seperti model-model sepatu yang dijual model terbatas.

Saya sempat melihat sepatu olahraga motif batik, yang kabarnya hanya diproduksi sekitar tiga ratus pasang. Di Indonesia saja tidak ada, eh, malah dijual di Jepang. Saya tidak berani mencari tahu harganya. Takut tidak siap mental.

kue I Phone

Kue Kering iPhone Buatan Kafe Jepang

Oleh Robert Michael Poole

'iPhone' laku keras di Tokushima. Rasanya pun nikmat.


Para penggemar iPhone, atau siapa pun yang menginginkan cemilan tak biasa, bisa menikmati versi penganan dari gadget keluaran Apple itu di kafe Green Gables.

Kumiko Kudo, 44, pemilik kafe, mulai menjual smartphone ikonik tersebut semenjak seorang pelanggan memintanya untuk membuat kue kering iPod Touch untuk ultahnya.
Si pelanggan salah sangka, mengira kue itu berbentuk iPhone. Tetapi ia sudah kadung senang lalu menyebar berita tentang kafe Green Gables lewat Twitter.

Menurut Asahi, Kudo pernah diundang untuk bertemu Presiden Softbank Masayoshi Son dan memberinya sepotong kue kering iPhone. Teleco Softbank adalah distributor iPhone di Jepang, dan Son adalah salah satu wirausaha terkemuka di Jepang. Son juga sudah
berkomentar lewat akun Twitternya tentang betapa dia sangat menginginkan sepotong kue iPhone. Dia lalu menulis lagi, "Saya sangat bahagia. Saya tidak tega memakannya."

Dalam sehari, Kudo hanya memproduksi 20 kue iPhone. Per kue dijual seharga ¥2,730 atau Rp 290 ribu. Kudo juga sudah pernah mencoba membuat kue iPad, tapi, "kuenya jadi terlalu besar, berat, dan sukar dibuat."

Sama seperti aslinya, kue iPhone ini tidak memiliki portal USB.

Green Gables -- Maezuhigashi 88-4, Tokumei, Aizumi, Itano, Tokushima. tel.+81 88 692 0256

sumber : http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/64-kue-kering-iphone-buatan-kafe-jepang